Jurnalkitaplus - Kesadaran merupakan inti karakter manusia dalam Islam, ditandai dengan keinsyafan, pemahaman, dan pengetahuan akan jati diri sebagai ciptaan Allah yang memiliki tugas sebagai hamba dan khalifah di bumi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “sadar” berarti insyaf, tahu, dan mengerti; “kesadaran” adalah keadaan memahami dan mengerti sesuatu—baik diri maupun lingkungan sekitar, yang juga menjadi bagian dari proses pembentukan karakter.
Konsep Kesadaran Profetis
Istilah “insan profetis” merujuk pada manusia yang meneladani baik karakter maupun sikap para Nabi—selalu berupaya memperbaiki diri dan menjalankan ajaran ilahi. Menurut Nuruddin Qalalah, kesadaran adalah pemikiran dan sudut pandang tentang kehidupan, alam, serta potensi diri sendiri. Seorang muslim yang berkesadaran tinggi menyadari peran dan tujuan hidup: beribadah kepada Allah serta menjadi khalifah yang membangun, memelihara, dan menata bumi.
Pentingnya Kesadaran dan Integrasi Dengan Ibadah
Huma Munir dalam “Self-Awareness: Unlocking Your Potential” menekankan bahwa kesadaran diri sangat penting bagi muslim. Kesadaran diri membantu seseorang memahami peran, keunikan karakter, sekaligus potensi yang Allah karuniakan. Praktik ibadah seperti sholat dan syukur adalah cara efektif melatih pola hidup berkesadaran agar tetap tumbuh, berkembang, dan tidak terjebak membandingkan diri dengan orang lain. Sholat, sebagaimana dijelaskan Abu Hamid al-Ghazali, menghubungkan manusia dengan Allah dan membantu menumbuhkan fokus, konsentrasi, dan kemurnian hati.
Kesadaran Diri dan Peran Komunal
Manusia berkesadaran tidak hanya peka terhadap kebaikan, mampu membedakan baik-buruk, dan mengenal diri sendiri, tetapi juga tawadhu serta berorientasi pada kontribusi, bukan pengakuan. Sikap ini membentuk komunitas yang sehat, solidaritas yang kuat, dan bangsa yang bermartabat. Sebagaimana pesan Umar bin Khatab, muhasabah adalah jalan mengenali dan membangun kesadaran diri, menumbuhkan self-awareness yang menghasilkan manusia optimal, peka, dan berniat baik.
Integrasi Ayat dan Hadis
Al-Qur'an menegaskan bahwa manusia diciptakan sebagai hamba dan khalifah untuk membawa manfaat (“beribadah”) dan mengatur bumi dengan baik. Orang yang tidak sadar diri mudah terjebak dalam kerusakan dan kemunafikan, sebagaimana digambarkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 12 dan An-Nisa' ayat 43 yang menuntun umat agar selalu fokus dan hadir dalam ibadah.
اَلَآ اِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُوْنَ وَلٰكِنْ لَّا يَشْعُرُوْنَ ١٢
Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari. (QS. 2 : 12)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا ٤٣
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS : 4 : 43)
Menjadi insan profetis yang berkesadaran berarti menghadirkan kepekaan spiritual, kecerdasan emosional, dan kemampuan mengevaluasi diri secara konsisten. Dengan demikian, setiap muslim dapat menjadikan hidupnya lebih bermakna, positif, dan bermanfaat, baik bagi diri, keluarga, masyarakat, maupun alam semesta.
Rangkuman dari rtikel yang telah tayang di Majalah JKP Edisi 58 Dengan Judul : Manusia Berkesadaran Dalam Perspektif Islam adalah Insan Profetis

